Header Ads

Bayu sepenuhnya ingin jadi pelayan Tuhan


Bayu sepenuhnya ingin jadi pelayan Tuhan

Masa kecil almarhum Aloysius Bayu Rendra Wardana masih jelas dalam ingatan Hendro Siswanto, ayahnya. Ketika masa kanak-kanak, Bayu sudah menunjukkan sebagai anak yang tegas dari gayanya bertutur dan bergaul.

"Yang paling saya ingat dari Bayu waktu kecil itu ngomongnya cedal, tapi berani," tegas Siswanto usai acara doa Misa di halaman rumahnya.

Saat berbincang dengan Siswanto, saya bisa menangkap perasaan kehilangan putra sulungnya. Tidak bisa disembunyikan dari sorot mata pria ramah itu. Apalagi putranya meninggal akibat tindakan keji aksi bom bunuh diri teroris.

Namun demikian, kebanggaan tersimpan atas langkah berani putranya mengadang sepeda motor pelaku. Jika tanpa pengadangan oleh Bayu, barangkali korban akan lebih banyak. Lantaran motor syarat dengan bahan peledak itu diduga hendak masuk gereja.

"Saya bangga punya anak dia," tegasnya.

Obrolan saya tidak berlangsung lama, namun sejatinya banyak kisah Pak Sis selama membesarkan buah hatinya itu. Ada banyak, namun tidak pada saat yang tepat untuk bercerita malam itu.

Pak Sis, juga sempat menyisipkan kisah saat putranya memerankan tokoh Yesus dalam sebuah acara di Gereja Santa Maria Tak Bercela. Saat itu, seolah terlihat betapa keinginannya menjadi pelayan Tuhan sudah menjadi pilihan.

"Dua tiga tahun lalu itu dikatakan kepada saya. Dia ingin sepenuhnya menjadi pelayan Tuhan," katanya.

Atas peristiwa tindakan kejam itu, Pak Sis menyerahkan kepada Tuhan Yesus. Hatinya harus bisa menerima, dengan memaafkan pelaku, namun tidak untuk perbuatannya.

Rasa kehilangan juga dirasakan adik kandungnya, Galih Rendrawan. Sebagai keluarga, dirinya mengingat sang kakak sebagai sosok yang komunikastif dan pandai bergaul.

"Orangnya komunikatif, banyak teman. aktif di kampung dan gereja. Ramah, grabyak dengan semua orang. Gampang ngobrol meski dengan orang yang baru kenal," katanya.

"Hari pertama agak berat sih tapi berikutnya kami sudah diterima. Banyaknya doa yang disampaikan untuk kakak saya Bayu itu sebenarnya yang membuat kami kuat juga," katanya.

"Banyak sekali yang memperhatikan, dukungan baik moril maupun materiil, sangat bersyukur anggota keluarga yang membuat kami bangga. Meski kami ditinggal, tapi masih ada perasaan bangga," sambungnya.

Galih menceritakan, sempat mengajak kakaknya berbicara tentang rencana pernikahannya yang akan digelar dalam waktu dekat. Bayu yang menggeluti dunia fotografi, saat itu memberikan masukan tentang fotografer yang akan mengabadikan pernikahannya itu.

"Mas Bayu nyuruh saya, pakai orang yang mengerti moment, dan tahu urutan-urutannya. Tapi dia tetap ingin membawa kamera juga, dia tetap ingin motret. Mungkin dia ingin menjamin kalau hasilnya pasti bagus," katanya.

Keahlian Bayu memotret juga dapat dilihat dari studio foto yng dibangunnya. Rumah dengan ornament bata yang ditinggalinya, sebagaian dikonsep sebagai studio foto.

Studio dengan nama putra pertamanya, Aaeron itu menjadi aktivitas rutinnya di samping aktif sebagai koordinator keamanan gereja. Bayu biasa dengan pekerjaan-pekerjaan sebagai fotografer lepas dan acara pernikahan.

"Biasanya kalau begini, mengerjakan foto, Mas Bayu editor foto juga, kadang di sini, kadang Semolo (rumah Istri). Ada dua laptop," kata Galih mengenang.

No comments

Powered by Blogger.